Social Icons

twittergoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Rabu, 27 November 2013

Tiang Terakhir


            Tak ada tempat yang lebih asyik dikunjungi selain tempat yang jarang dijamah manusia. This is the principle of travellers. Termasuk mereka yang sore tadi sampai di sebuah pantai nan elok di kawasan Tulungagung. Pantai yang jauh dari pemukiman warga. Pantai yang jarang dijamah wisatawan. Sebuah pantai yang perawan, Pantai Sanggar.
            Mereka tengah bersantai, menikmati hawa malam yang mulai datang. Penuh canda dan kehangatan. Lima remaja yang setahun ini setia menjelajahi tempat eksotis nan penuh tantangan.
            Abi, ketua genk penjelajah. Pemuda yang memberikan gagasan acara setahun ini. Fisik dan tubuhnya memang seperti diciptakan untuk menjadi seorang traveller. Kekar,tinggi, kulit kecoklatan dan rambut yang serba acak-acakan. Dia tegas, tapi selalu menjadi bahan olok-olok dari teman yang lain karena ketakutannya pada kera.
            Selain Abi, Doni dan Prisa adalah dua sosok yang ikut kegiatan ini dari awal. Sejak petualangan ke Pulau Seribu mereka tak pernah sekalipun absen untuk ikut travelling bersama Abi. Mereka memang teman sepermainan sejak kecil. Doni yang jarang mandi, juga Prisa yang lebih mirip sebagai lelaki bagi siapapun yang pertama kali melihatnya.
            Dua sosok yang terakhir adalah dua adik kakak, Nafila dan Zidan. Fila mulai aktif ikut travelling ini sejak menjelajah Coban Rais, Malang. Sebulan kemudian sang adik pun ikut petualangannya dengan Fila. Kini, Fila menjadi sosok sentral dari genk ini. Sentral karena dia satu-satunya anggota yang bisa masak.
        

    “Oke guys. Kita rayain setahun perjalanan genk kita. Biarlah Pantai Sanggar nan elok ini jadi saksi perayaan kita.” kata Abi menatap kawan-kawannya. Beberapa detik kemudian dia mengangkat botol Fanta nya ke atas.
            “Ting.”
            “Ting.”
            “Ting.”
            Tiga botol Fanta lainnya dari Prisa, Doni dan Zidan terangkat sejajar dengan botol Abi.
            “Fila??” tatap Prisa ke gadis berambut hitam panjang di sebelahnya.
            “Ting.”
            “Happy aniversary.” teriak mereka hampir bersamaan.
            Air merah bukan darah mereka teguk bersama. Genk yang baik mengingat mereka hanya bawa Fanta buat minuman sok jagoan mereka, bukan Vodka.
            “Gak terasa ya udah setahun.” kata Doni.
            “Iya Don. Gak terasa juga gue udah setahun ngehirup bau badan cowok yang jarang mandi.” sahut Prisa.
            “Asem Lu!!!” Doni seakan tak terima.
            “Iya emang asem kan Don bau Elu. Hahahahaha.” Prisa membuat Doni terdiam, tak mampu lagi menjawab celaan dari teman tomboynya.
            Abi terkekeh, pun begitu dengan Fila. Tapi semenit kemudian, pandangannya tertuju pada adiknya yang menatap bintang terang di lembaran langit.
            “Napa Mbul?”
            Fila memanggil adikya dengan sebutan Gembul. Tentu kalian mengerti hal apa yang membuat Fila memanggil Zidan seperti itu.
            “Aku jadi teringat Mas Riski, Mbak.”
            Fila terdiam.
            “Apa Mas Riski ikut kita di pantai ini ya?”
            Fila semakin membisu.
            Riski, nama yang disebut Zidan. Ketiadaannya membuat genk ini hampir bubar. Riski meninggal setelah pendakian di Semeru tiga bulan belakangan. Dia gagal mengalahkan sakitnya sendiri.
            “Dan, gak hanya Elu aja yang ingat sama abangmu. Kita juga kok.” Abi mendekati Zidan.
            “Iyep Dan, gue sama Doni juga.” Prisa menambahkan.
            “Bintang itu mungkin mewakili Mas Riski. Terang, menghiasi lembaran langit nan gelap, dan memberi kita warna lain di dalam diri kita. Gue harap gitu.” ucap Zidan seraya tetap menatap sebuah bintang terang. Tanpa sadar air matanya mengalir basah.
            Fila yang sedari tadi diam, memeluk adiknya yang menangis. Didekapnya sang adik hingga sadar dirinya juga merasakan kepedihan yang sama. Hingga akhirnya kelima sosok ini melingkar memeluk satu sama lain sembari haru.
            “Ok dear, kita rayain anniversary ini dengan apa?” tanya Abi setelah suasana haru mulai hilang.
            “Main tebak-tebakan???” usul Prisa.
            “Halah, basi kau ini Pris. Masak tiap travelling main tebak-tebakan mulu. Yang lain.” sanggah Doni, kali ini dia sukses membalas dendam Prisa atas ejekannya tadi.
            “Hahahaha. Ada usul Dan?” tanya Abi ke si gembul.
            “Gak ada deh kayaknya Bang. Mau ngusulin lomba makan juga kayaknya gak bakal pada mau.”
            “Iyep, pasti juaranya Elu mulu Mbul.” seloroh Prisa.
            “Fila??” Abi ganti bertanya pada Fila.
            “Apa ya?? Emmmm.” Fila bergaya sok imut dengan menaruh telunjuknya di depan jidat.
            “Gimana kalau main Truth Or Dare.” kata Fila mantap.
            “Tut Or Der?? Main kentut atau di der??” canda Prisa.
            “Hahaha, plis deh. Gue pernah baca sebuah buku. Ada permainan namanya Truth Or Dare. Jadi kita semua dapat giliran untuk milih antara membuat pengakuan rahasia atau menerima tantangan yang menguji nyali kita.”
            Abi manggut-manggut paham. Doni mengacungkan jempol kanannya. Prisa ikutan angguk-angguk, dan Zidan senyum-senyum mengerti.
            “Gue setuju.” Doni tetap dengan jempolnya.
            “Gue juga setuju.”
            “Gue ikutan deh.” Zidan pun mengikuti Doni dan Prisa.
            “Really?? Oke kita ikuti permainan si Fila.” Abi pun memutuskan ide Fila.
            “Jadi, kalau kalian suruh memilih. Milih Truth Or Dare?? Pengakuan atau tantangan??” tanya Fila ke semuanya.
            “Dare.”
            “Dare.”
            “Gue juga Dare.”
            “Dare juga deh.”
            “Hah?? Dare semua?” Fila heran dengan kekompakan teman-temannya.
            “Wajar lah Fil. Kita ini traveller, jadi lebih suka tantangan daripada pengakuan. Ya gak?” Abi membeberkan alasan logis pada Fila.
            “Oke, gimana kalau acara ini kita bikin lebih seru.” ucap Fila menantang.
            “Gimana Mbak?”
            “Gini Dan. Semua punya tantangan masing-masing selama di Pantai Sanggar ini. Siapa yang gagal dalam tantangannya, harus membuat pengakuan rahasianya.”
            “Keren. Gue ikut Mbak.” Zidan penuh semangat.
            Abi terdiam, juga Doni dan Prisa.
            “Gue ikut. Kayaknya seru nih.” Abi menjawab beberapa detik kemudian.
            “Gue sama Prisa juga ikut.” Doni memberi tanda setuju.
            “Eh, gue belum jawab Don.” Prisa mengelak.
            “Pris, Elu masak kalah sama Zidan yang setuju-setuju aja. Elu takut?? Besok-besok Lu pakek daster kayak emak gue aja ya kalau gak berani.” ejek Doni.
            Semua tertawa terkekeh selain Prisa. Prisa pun mengikuti tantangan dari Fila.
            “Jadi, gimana games nya Fil?” tanya Prisa.
            “Oke kita melingkar.”
            Mereka pun membentuk sebuah lingkaran kecil.
            “Gini, tiap orang berhak menerima tantangan dan mendapatkan tantangan. Kita mendapatkan tantangan dari samping kiri, dan memberikan tantangan pada samping kanan kita. Gimana?”
            “Oke, kebetulan banget gue di kiri si Doni.” Prisa merasa puas dengan posisi tempat duduknya.
            Doni yang merasa tak beres pun membuka matanya cukup lebar ke arah Prisa. Mengancam?? Ya begitulah.
            “Ready all??”
            “Ready.” teriak mereka bersamaan.
            “Oke, gue menantang Bang Doni yang kece dulu ya.” Prisa berubah genit.
            “Pris, Elu kayak bencong tau gak!! Biasa aja kali.” Doni terlihat risih dengan gaya baru Prisa.
            “Eh Don, gue emang cewek!! Kok dikatain bencong sih.”
            “Oh iya gue lupa.”
            Semua kembali tertawa keras. Untung Pantai Sanggar ini jauh dari pemukiman. Jadi mereka tak peduli dengan suara keras yang keluar.
            “Gue kemarin ikut Elu belanja di minimarket sebelum kita masuk daerah sini kan? Gue liat Elu beli rokok satu press. Tantangan gue adalah, elu dilarang ngerokok selama di Pantai Sanggar ini. Boleh sih dibuktikan dengan buang rokok satu press tersebut ke lautan.” ucap Prisa seraya tetap dengan gaya genitnya.
            “Sial, gak ada tantangan yang lain apa?” Doni mencoba menawar tantangan Prisa.
            “Ada sih, paling elu juga ogah kalau gue suruh mandi tiga kali sehari.”
            “Ogah ah.”
            Doni bangkit dan berjalan menuju tenda inap mereka. Mengambil sesuatu dari ranselnya dan membawanya ke arah Prisa. Prisa memandang ceria, seakan dirinya baru saja memenangkan undian makan malam bareng Linkin Park, band favoritnya.
            “Nih Pris rokok gue yang elu bilang.”
            Doni menunjukkan satu press rokok yang dibelinya dan melemparnya kuat-kuat ke arah laut.
            “Wuuuwww yeah. Gue suka permainan ini.” sahut Prisa melompat-lompat. Seolah merasakan kemenangan besar dalam hidupnya.
            “Oke deh, kali ini gue menantang Mister Bos Abi Sibabi.” Doni penuh semangat.
            Abi yang tertawa melihat tingkah Prisa dibuat diam mendengar ejekan dari Doni.
            “Ayoh buruan apa tantangannya.” ucap Abi.
            “Gue tau elu adalah anak yang kuat dan suka tantangan.”
            “Yess its true.” Abi merasa bangga dengan ucapan Doni.
            “Tapi gue nantangin elu buat nyari persediaan makanan selama di pantai ini.”
            Abi tiba-tiba terdiam. Dia teringat saat menjelajah di hutan Gunung Gede. Dia yang penuh semangat saat mendapatkan pohon pisang berbuah masak. Menebaskan pisaunya ke dahan pohon  dan membawa pisang masak tersebut ke teman-temannya. Malangnya, dia malah dikejar kera-kera hutan yang tertarik merampok harta karun langka yang dibawa Abi. Sejak itulah, Abi tak mau lagi mencari bekal makanan bila menjelajah.
            “Bukannya bekal kita cukup yah buat disini?” Abi mencoba menawar tantangan Doni.
            “Ayolah Mister Bos, masak kita cuma makan mi instan doang.”
            “Oke deh. Mulai besok gue nyari makanan di sekeliling sini.” Abi pun menerima tantangan Doni.
            “Hahahaha, gue bebas dari tugas nyari makanan.” teriak Doni senang.
            “Bi, awas ada kera.” sindir Fila.
            Yang lain pun kembali tertawa.
            “Oke Fil, kini giliran kamu yang gue tantangin.” ucap Abi.
            “Boleh, siapa takut.”
            “Sejak dulu gue sering liat elu minum obat tidur sebelum tidur. Gue nantang elu untuk gak minum obat tidur tersebut selama di pantai ini. Gimana?”
            Fila terdiam. Merenungkan efek baik tidaknya dia menghilangkan kebiasaannya selama ini.
            “Demi elu sendiri Fil. Agar gak ketagihan banget sama obat itu.” Abi mencoba meyakinkan tantangannya pada Fila.
            “Oke deh, gue terima tantangan elu.”
            Abi merasa senang dengan respon Fila pada tantangannya. Diam-diam dia mulai mengagumi Fila, tampak dari tantangannya yang cukup ringan pada sang pujaan hatinya.
            “Next, gue nantang adik gue sendiri, si gembul.”
            “Hahahah, paling juga ditantang buat diet selama di pantai ini sama kakaknya.” Prisa mencoba menebak tantangan Fila.
            “Hehehe, nothing Pris. Ini tantangan yang lumayan deh buat si gembul.”
            “Apaan deh Mbak?? Ayo sebutin.” Zidan menantang balik kakak yang lebih tua dua tahun dari usianya.
            “Kamu cukup bangun paling pagi diantara kita, dan menjaga api unggun kita agar gak padam.” Fila tersenyum, menebak gimana respon Zidan atas tantangannya.
            “Hahaha, ide bagus Fil. Biar si gembrot gak tiduran mulu. Ngorok lagi.” tambah Doni.
            “Hummm, gak ada keringanan Mbak?” Gembul mencoba menawar.
            “Enggak!”
            “Oke deh deal.”
            Fila senang dengan jawaban Zidan. Setidaknya dia bisa mengubah kebiasaan buruk adik semata wayangnya ini.
            “Last dear. Tantangan buat Prisa.” Abi berkata.
            “Gue tantang Mbak Prisa buat masak selama di pantai ini.” Zidan menantang dengan singkat.
            Prisa terkejut. Merasa bakal kesulitan dengan tantangan dari Zidan. Tapi tertawaan dari semua temannya membuatnya mau tidak mau menerima tantangan ajaib ini.
            Well, semua sudah mendapat tantangan masing-masing. Mungkin bagi yang orang lain, tantangan yang mereka dapatkan cukup mudah dilakukan. Tapi bagi mereka sendiri, tantangan yang mereka dapatkan lumayan aneh dan cukup menyulitkan. Mereka traveller, terbiasa dengan tantangan keras selama penjelajahan. Tapi kali ini mereka mendapatkan tantangan berbeda.
            Doni misalnya, mendapat tantangan untuk tidak merokok selama seminggu di Pantai Sanggar. Ini adalah pertama kalinya dia berpisah selama 5 hari dengan teman sejatinya yang dikenalnya sejak kelas 6 SD. Sulit?? Pastinya. Bahkan ini tantangan tersulit selain tantangan untuk mandi tiga kali sehari.
            Tak jauh beda dengan Doni. Prisa malah mendapatkan tantangan ajaib dari Zidan, memasak! Dari kecil Prisa memang wanita yang liar. Dia lebih mirip abang-abangnya yang jago silat. Tak pernah sekalipun dia membantu mamaknya di dapur atau bahkan sekedar melihat mamaknya memasak. Kini Prisa harus menguji nyalinya memasak untuk dirinya dan teman-teman.
            Zidan mendapat tantangan dari kakaknya sendiri. Hanya untuk bangun pagi-pagi dan menjaga nyala api unggun. Sekilas tampak mudah. Tapi bagi Zidan, nyalinya cukup diuji. Dari kecil dia memang anak yang kesulitan bangun pagi. Belum lagi tantangan untuk menjaga nyala api unggun. Dia memang takut kegelapan. Buat kencing malam-malam di rumah aja masih takut. Apalagi keluar tenda dan melawan gelap alam sendirian.
            Dibandingkan yang lain, Fila mendapat tantangan yang sangat mudah. Wajar karena tantangan nyalinya diberikan oleh pemujanya sendiri, Abi. Abi memang tak mau membuat kesulitan Fila apapun itu.
            Sedangkan Abi sang kepala genk?? Tantangannya untuk come back menjadi pencari bekal makanan akan menguji nyalinya. Dia hanya berharap tak bertemu kera-kera lapar yang mencoba merampoknya lagi.
            Tiga hari sudah mereka lalui dengan tantangan masing-masing. Doni yang tanpa rokok. Prisa yang jadi koki dadakan meski sering diprotes oleh teman-temannya tentang rasa ajaib dari masakannya. Zidan yang kini terlihat lebih kurus karena menyingkat waktu tidurnya. Fila yang sering merasa pusing karena tak lagi minum obat tidurnya. Juga Abi yang rajin keluar pantai untuk mencari makanan, entah ikan atau daun-daunan aneh yang coba dibawanya untuk dimakan.
            Siang itu Abi berhasil membawa banyak ikan. Entah dia berburu dimana, yang penting bagi teman-temannya pesta ikan siap dirayakan siang itu.
            “Yihaaaaa, ikan goreng ala Chef Prisa siap dimakan.” Prisa berjalan menuju teman-temannya.
            “Kok gosong Pris?” tanya Abi sedikit jijik.
            “Ah, Chef Prisa emang tampil beda.” Prisa mencoba memberi jawaban apik.
            “Jiah, ini sih namanya ikan goreng gosong ala Mak Prisa.” ejek Doni.
            Tawa pun meledak diantara mereka.
            “Pris, kok asin banget??” Fila mencicipi masakan Prisa lalu merasa tak beres dengan rasa di lidahnya.
            “Iya nih asin banget.” tambah Zidan.
            Merasa penasaran, Doni dan Abi pun mencicipi ikan goreng masakan Prisa.
            “Buset, asin banget. Pris, elu masak pakek apa sih.” Doni memuntahkan cuilan kecil dari daging ikan gosong Prisa.
            “Hehehe. Gue pernah liat mak gue masak ikan goreng.”
            “Trus??”
            “Mak gue kalau masak ikan goreng selalu dikasih air garem.”
            “Trus??”
            “Nah berhubung gak ada garem disini. Tadi ikannya gue rendem pake air laut selama setengah jam.”
            Tawa pun meledak, berkat resep ajaib ikan goreng ala Prisa. Meski keasinan, mereka tetap makan ikan tersebut dengan sedikit-sedikit minum air mineral.
            Waktu mereka di Pantai Sanggar hampir habis. Sudah 4 hari mereka bagaikan manusia yang menemukan pulau baru. Sesekali memang mereka bertemu nelayan yang datang mencari ikan. Atau pemancing yang datang melakukan hobinya. Siapapun yang datang, mereka mencoba ramah dan tak mengganggu kesibukannya.
            Malam keempat sekaligus malam terakhir mereka di pantai sepi ini. Doni dan Zidan sibuk menyalakan api unggun untuk malam itu. Abi terlihat membersihkan sisa-sisa sampah. Sedangkan Prisa dan Fila masih di tenda tidurnya.
            “Biii, Donnnn tolong.” teriak seseorang dari dalam tenda.
            Merasa panik. Doni, Zidan, juga Abi beradu cepat menuju tenda tidurnya. Setelah pintu tenda terbuka. Mereka mendapati Fila yang mengerang hebat.
            “Fila tiba-tiba pingsan dan kayak gini.” Prisa memangku Fila.
            Abi mendekat, ditempelkannya telapak tangannya ke jidat Fila. Lalu telapak tangan tersebut pindah ke pipi Fila yang halus.
            “Fil, bangun Fil. Fila ayo bangun.”
            Doni ikut mendekat, sedangkan Zidan sibuk membongkar tas Fila.
            “Fila, kamu kenapa Fil?” Doni membantu menyadarkan Fila yang semakin mengerang.
            “Bi, ayo dibawa ke dokter.” Prisa semakin panik.
            “Pris, ini Sanggar Pris. Jauh dari pemukiman apalagi dari dokter.”
            Mereka semakin panik. Erangan Fila semakin kuat, juga keringat dingin yang mulai mengucur deras dari ruam kulit Fila.
            “Coba kasih minum ini Bang.” Teriak Zidan dari belakang Abi. Diserahkannya sebotol pil ke tangan Abi.
            “Berapa?”
            “Satu aja.”
            Abi memasukkan sebutir pil tersebut ke mulut Fila, juga air mineral yang sudah disiapkan Doni. Fila masih mengerang, tapi erangan kuatnya mulai melemah.
            Beberapa menit kemudian Fila mulai tenang meski belum sadar. Malam itu mereka merayakan malam terakhir di Pantai Sanggar cukup dari dalam tenda. Tak ada tawa ceria. Tak ada tos-tosan botol Fanta seperti di malam pertama. Hanya menemani Fila dengan harap dia cepat sadar dari pingsannya.
            Hari kelima sekaligus hari terakhir mereka di Pantai Sanggar.
            Mereka kembali duduk melingkar. Fila yang tengah malam kemarin sadar pun sudah kembali tersenyum diantara mereka. Senyuman yang sebenarnya belum mampu menghilangkan kekhawatiran teman-temannya.
            “Hey dear, maaf yah semalam udah buat kalian khawatir dengan keadaan gue.”
            Semua mengangguk dengan senyum dipaksakan.
            “Oke deh, karena gue kalah, gue harus membuka rahasia gue sendiri.Rahasia gue ini adalah tentang kalian.”
            “Tentang kami??” tanya Abi bingung.
            “Iyah, tentang gue ke kalian. Jujur, gue bangga bisa bersama kalian. Meski gue tau, gak ada lagi yang bisa gue banggain dari kehidupan gue sendiri. Sejak nyokap ketahuan selingkuh dengan bosnya. Gue emang gak respect lagi terhadap keluarga gue sendiri. Terlebih setelah bokap ninggal karena sakit jantungnya. Well, hanya Riski yang bisa buat gue bertahan hidup. Apalagi Riski juga ngajak gue buat kenal kalian, menjelajah alam, dan menghabiskan keindahan hidup gue bersama kalian yang penuh kasih sayang.”
            Fila berhenti seraya menyeka air matanya saat menyebut nama Riski.
            “Gue sempet goyah dan gak tau arah sejak Riski meninggal. Gue sempet nyoba bunuh diri, tapi gue masih ada Zidan. Gue gak bakal bisa mati tenang sebelum buat Zidan nemuin temen yang pas untuk hidupnya. Gue gak akan bisa mati tenang tanpa ngelihat kebahagiaan Zidan. Itulah kenapa gue ikutin Zidan untuk kembali bersama kalian. Meski disini tanpa Riski di sisi gue.”
            Prisa mencoba memeluk pinggang Fila. Mencoba memberinya ketenangan.
            “Ternyata Zidan memberi arah yang benar. Kalianlah tiang terakhir yang menguatkan hidup gue.”
            Fila berhenti berkata, kali ini jeda yang cukup lama. Hening tanpa suara, hanya desiran ombak yang membelah.
            “Gue tau kenapa Riski meninggal. Kita sama – sama punya riwayat jantung lemah. Kita berdua sepakat merahasiakan ini dari kalian. Hanya Zidan yang tau. Hingga akhirnya, Riski yang tak mampu lagi bertahan dari kelemahan kita.”
            “Jadi, obat yang kamu minum tiap malam??” tanya Abi.
            “Itu obat penenang Bi. Bukan obat tidur.”
            Sontak Abi kaget. Merasa dirinya salah dengan memberi tantangan yang mengancam nyawa Fila.
            “Fil, maafin aku ya. Membuatmu hampir menyusul Riski. Kenapa kamu gak bilang sebelumnya??”
            Fila tersenyum dan memeluk Abi. Abi yang merasa bersalah tak mampu membendung air matanya yang langka ini.
            “Gue sayang kalian. Gue hanya gak mau buat kalian khawatir. Gue ingin terus bersama kalian. Itulah kenapa gue gak mau bongkar rahasia ini karena bila kalian tau sejak awal, pasti kalian akan ngelarang gue sama Riski buat ikutan.”
            “Fil, tapi ini tentang nyawa elu.” Prisa ikut menangis.
            “Pris, kalian semua adalah tiang terakhir. Penyangga hidup gue yang terakhir selain Zidan. Gue gak akan pernah bisa sekuat ini tanpa semangat dan persahabatan dari kalian.”
            Mereka pun kembali memeluk menangis satu sama lain. Sebuah pengakuan di tahun pertama kebersamaan mereka. Sebuah pengakuan tentang mereka sendiri. Juga sebuah harapan agar persahabatan mereka senantiasa terjaga sampai kapanpun waktunya.
SEKIAN

SINOPSIS CERITA

Bagi seorang traveller, tantangan merupakan hal yang biasa mereka dapatkan. Jadi mereka tak akan pernah merasa takut bila menghadapi sebuah tantangan yang penuh nyali menurut orang lain.
Adalah Abi, Fila, Zidan, Doni dan Prisa. Lima traveller muda yang sedang menikmati liburan mereka di pantai nan elok dan perawan, Pantai Sanggar. Mereka memainkan Truth Or Dare di pantai tersebut. Uniknya dalam game ini semua lebih memilih Dare, karena mereka merasa cukup tangguh untuk sebuah tantangan yang menguji nyali mereka.
Lalu apakah tantangan yang mereka dapatkan???
Sebuah kebalikan atas pemikiran mereka sendiri. Doni yang cukup setia dengan rokok ditantang untuk tidak merokok dan membuang satu press rokok yang dibelinya ke tengah laut. Lalu Prisa yang tomboy ditantang untuk menjadi koki dadakan selama liburan mereka di Pantai Sanggar. Abi, yang trauma dengan kera-kera saat dia mencari bekal makananpun ditantang kembali untuk mencari bekal makanan selama di pantai. Nafila yang terbiasa minum obat tidur tiap malam ditantang untuk tak meminumnya khusus liburan ini. Sedangkan Zidan, yang phobia dengan kegelapan malah ditantang untuk bangun lebih pagi dan menyalakan api unggun bila padam. Lalu siapakah yang kalah dalam tantangan tersebut???
Fila yang ternyata menderita jantung lemah pun membuat khawatir teman-temannya setelah pingsan dan mengerang hebat. Zidan yang mengetahui riwayat sakit Fila memberikan obat penenang yang tiap malam diminum Fila. Sebuah rahasia pun terungkap, obat yang biasa dikonsumsi Fila bukanlah obat tidur, melainkan obat penenang.
Fila menderita lemah jantung, sama dengan apa yang dialami Riski sang kekasih. Setelah sadar dan merasa pulih. Fila membeberkan rahasia penyakitnya dan kematian Riski. Juga rahasia hidupnya dengan teman-teman travellingnya. Mereka pun mendapat kenangan berharga di Pantai Sanggar ini. Sebuah kenangan tentang persahabatan mereka, juga arti jalinan sahabat ini untuk hidup Fila.

BIODATA

Nama               : Choirun Najib
Nama Alias     : Choy Najieb
Alamat                        : RT 04 RW 02 Ds Pehkulon Kec. Papar Kab. Kediri 64153
No. HP            : 085 85 386 222 4
Email               : choynajieb@gmail.com
Twitter                        : @choyy_
                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar