Tak ada tempat yang lebih asyik
dikunjungi selain tempat yang jarang dijamah manusia. This is the principle of travellers. Termasuk mereka yang sore tadi
sampai di sebuah pantai nan elok di kawasan Tulungagung. Pantai yang jauh dari
pemukiman warga. Pantai yang jarang dijamah wisatawan. Sebuah pantai yang
perawan, Pantai Sanggar.
Mereka tengah bersantai, menikmati
hawa malam yang mulai datang. Penuh canda dan kehangatan. Lima remaja yang setahun ini setia
menjelajahi tempat eksotis nan penuh tantangan.
Abi, ketua genk penjelajah. Pemuda yang memberikan
gagasan acara setahun ini. Fisik dan tubuhnya memang seperti diciptakan untuk
menjadi seorang traveller. Kekar,tinggi, kulit kecoklatan dan rambut yang serba
acak-acakan. Dia tegas, tapi selalu menjadi bahan olok-olok dari teman yang
lain karena ketakutannya pada kera.
Selain Abi, Doni dan Prisa adalah
dua sosok yang ikut kegiatan ini dari awal. Sejak petualangan ke Pulau Seribu
mereka tak pernah sekalipun absen untuk ikut travelling bersama Abi. Mereka
memang teman sepermainan sejak kecil. Doni yang jarang mandi, juga Prisa yang
lebih mirip sebagai lelaki bagi siapapun yang pertama kali melihatnya.
Dua sosok yang terakhir adalah dua
adik kakak, Nafila dan Zidan. Fila mulai aktif ikut travelling ini sejak
menjelajah Coban Rais, Malang.
Sebulan kemudian sang adik pun ikut petualangannya dengan Fila. Kini, Fila
menjadi sosok sentral dari genk
ini. Sentral karena dia satu-satunya anggota yang bisa masak.
“Oke guys. Kita rayain setahun
perjalanan genk
kita. Biarlah Pantai Sanggar nan elok ini jadi saksi perayaan kita.” kata Abi
menatap kawan-kawannya. Beberapa detik kemudian dia mengangkat botol Fanta nya
ke atas.
“Ting.”
“Ting.”
“Ting.”
Tiga botol Fanta lainnya dari Prisa,
Doni dan Zidan terangkat sejajar dengan botol Abi.
“Fila??” tatap Prisa ke gadis
berambut hitam panjang di sebelahnya.
“Ting.”
“Happy aniversary.” teriak mereka
hampir bersamaan.
Air merah bukan darah mereka teguk
bersama. Genk
yang baik mengingat mereka hanya bawa Fanta buat minuman sok jagoan mereka,
bukan Vodka.
“Gak terasa ya udah setahun.” kata
Doni.
“Iya Don. Gak terasa juga gue udah setahun
ngehirup bau badan cowok yang jarang mandi.” sahut Prisa.
“Asem Lu!!!” Doni seakan tak terima.
“Iya emang asem kan Don bau Elu. Hahahahaha.” Prisa membuat
Doni terdiam, tak mampu lagi menjawab celaan dari teman tomboynya.
Abi terkekeh, pun begitu dengan
Fila. Tapi semenit kemudian, pandangannya tertuju pada adiknya yang menatap
bintang terang di lembaran langit.
“Napa Mbul?”
Fila memanggil adikya dengan sebutan
Gembul. Tentu kalian mengerti hal apa yang membuat Fila memanggil Zidan seperti
itu.
“Aku jadi teringat Mas Riski, Mbak.”
Fila terdiam.
“Apa Mas Riski ikut kita di pantai
ini ya?”
Fila semakin membisu.
Riski, nama yang disebut Zidan.
Ketiadaannya membuat genk
ini hampir bubar. Riski meninggal setelah pendakian di Semeru tiga bulan
belakangan. Dia gagal mengalahkan sakitnya sendiri.
“Dan, gak hanya Elu aja yang ingat
sama abangmu. Kita juga kok.” Abi mendekati Zidan.
“Iyep Dan, gue sama Doni juga.”
Prisa menambahkan.
“Bintang itu mungkin mewakili Mas
Riski. Terang, menghiasi lembaran langit nan gelap, dan memberi kita warna lain
di dalam diri kita. Gue harap gitu.” ucap Zidan seraya tetap menatap sebuah
bintang terang. Tanpa sadar air matanya mengalir basah.
Fila yang sedari tadi diam, memeluk
adiknya yang menangis. Didekapnya sang adik hingga sadar dirinya juga merasakan
kepedihan yang sama. Hingga akhirnya kelima sosok ini melingkar memeluk satu
sama lain sembari haru.
“Ok dear, kita rayain anniversary
ini dengan apa?” tanya Abi setelah suasana haru mulai hilang.
“Main tebak-tebakan???” usul Prisa.
“Halah, basi kau ini Pris. Masak
tiap travelling main tebak-tebakan mulu. Yang lain.” sanggah Doni, kali ini dia
sukses membalas dendam Prisa atas ejekannya tadi.
“Hahahaha. Ada usul Dan?” tanya Abi ke si gembul.
“Gak ada deh kayaknya Bang. Mau
ngusulin lomba makan juga kayaknya gak bakal pada mau.”
“Iyep, pasti juaranya Elu mulu
Mbul.” seloroh Prisa.
“Fila??” Abi ganti bertanya pada
Fila.
“Apa ya?? Emmmm.” Fila bergaya sok
imut dengan menaruh telunjuknya di depan jidat.
“Gimana kalau main Truth Or Dare.”
kata Fila mantap.
“Tut Or Der?? Main kentut atau di
der??” canda Prisa.
“Hahaha, plis deh. Gue pernah baca
sebuah buku. Ada
permainan namanya Truth Or Dare. Jadi kita semua dapat giliran untuk milih
antara membuat pengakuan rahasia atau menerima tantangan yang menguji nyali
kita.”
Abi manggut-manggut paham. Doni
mengacungkan jempol kanannya. Prisa ikutan angguk-angguk, dan Zidan
senyum-senyum mengerti.
“Gue setuju.” Doni tetap dengan
jempolnya.
“Gue juga setuju.”
“Gue ikutan deh.” Zidan pun
mengikuti Doni dan Prisa.
“Really?? Oke kita ikuti permainan
si Fila.” Abi pun memutuskan ide Fila.
“Jadi, kalau kalian suruh memilih.
Milih Truth Or Dare?? Pengakuan atau tantangan??” tanya Fila ke semuanya.
“Dare.”
“Dare.”
“Gue juga Dare.”
“Dare juga deh.”
“Hah?? Dare semua?” Fila heran
dengan kekompakan teman-temannya.
“Wajar lah Fil. Kita ini traveller,
jadi lebih suka tantangan daripada pengakuan. Ya gak?” Abi membeberkan alasan
logis pada Fila.
“Oke, gimana kalau acara ini kita
bikin lebih seru.” ucap Fila menantang.
“Gimana Mbak?”
“Gini Dan. Semua punya tantangan
masing-masing selama di Pantai Sanggar ini. Siapa yang gagal dalam
tantangannya, harus membuat pengakuan rahasianya.”
“Keren. Gue ikut Mbak.” Zidan penuh
semangat.
Abi terdiam, juga Doni dan Prisa.
“Gue ikut. Kayaknya seru nih.” Abi
menjawab beberapa detik kemudian.
“Gue sama Prisa juga ikut.” Doni
memberi tanda setuju.
“Eh, gue belum jawab Don.” Prisa
mengelak.
“Pris, Elu masak kalah sama Zidan
yang setuju-setuju aja. Elu takut?? Besok-besok Lu pakek daster kayak emak gue
aja ya kalau gak berani.” ejek Doni.
Semua tertawa terkekeh selain Prisa.
Prisa pun mengikuti tantangan dari Fila.
“Jadi, gimana games nya Fil?” tanya
Prisa.
“Oke kita melingkar.”
Mereka pun membentuk sebuah
lingkaran kecil.
“Gini, tiap orang berhak menerima
tantangan dan mendapatkan tantangan. Kita mendapatkan tantangan dari samping
kiri, dan memberikan tantangan pada samping kanan kita. Gimana?”
“Oke, kebetulan banget gue di kiri
si Doni.” Prisa merasa puas dengan posisi tempat duduknya.
Doni yang merasa tak beres pun
membuka matanya cukup lebar ke arah Prisa. Mengancam?? Ya begitulah.
“Ready all??”
“Ready.” teriak mereka bersamaan.
“Oke, gue menantang Bang Doni yang
kece dulu ya.” Prisa berubah genit.
“Pris, Elu kayak bencong tau gak!!
Biasa aja kali.” Doni terlihat risih dengan gaya baru Prisa.
“Eh Don, gue emang cewek!! Kok
dikatain bencong sih.”
“Oh iya gue lupa.”
Semua kembali tertawa keras. Untung
Pantai Sanggar ini jauh dari pemukiman. Jadi mereka tak peduli dengan suara
keras yang keluar.
“Gue kemarin ikut Elu belanja di
minimarket sebelum kita masuk daerah sini kan? Gue liat Elu beli rokok satu press.
Tantangan gue adalah, elu dilarang ngerokok selama di Pantai Sanggar ini. Boleh
sih dibuktikan dengan buang rokok satu press tersebut ke lautan.” ucap Prisa
seraya tetap dengan gaya
genitnya.
“Sial, gak ada tantangan yang lain
apa?” Doni mencoba menawar tantangan Prisa.
“Ada sih, paling elu juga ogah kalau gue suruh
mandi tiga kali sehari.”
“Ogah ah.”
Doni bangkit dan berjalan menuju
tenda inap mereka. Mengambil sesuatu dari ranselnya dan membawanya ke arah
Prisa. Prisa memandang ceria, seakan dirinya baru saja memenangkan undian makan
malam bareng Linkin
Park, band favoritnya.
“Nih Pris rokok gue yang elu
bilang.”
Doni menunjukkan satu press rokok
yang dibelinya dan melemparnya kuat-kuat ke arah laut.
“Wuuuwww yeah. Gue suka permainan
ini.” sahut Prisa melompat-lompat. Seolah merasakan kemenangan besar dalam
hidupnya.
“Oke deh, kali ini gue menantang
Mister Bos Abi Sibabi.” Doni penuh semangat.
Abi yang tertawa melihat tingkah
Prisa dibuat diam mendengar ejekan dari Doni.
“Ayoh buruan apa tantangannya.” ucap
Abi.
“Gue tau elu adalah anak yang kuat
dan suka tantangan.”
“Yess its true.” Abi merasa bangga
dengan ucapan Doni.
“Tapi gue nantangin elu buat nyari
persediaan makanan selama di pantai ini.”
Abi tiba-tiba terdiam. Dia teringat
saat menjelajah di hutan Gunung Gede. Dia yang penuh semangat saat mendapatkan
pohon pisang berbuah masak. Menebaskan pisaunya ke dahan pohon dan membawa pisang masak tersebut ke
teman-temannya. Malangnya, dia malah dikejar kera-kera hutan yang tertarik
merampok harta karun langka yang dibawa Abi. Sejak itulah, Abi tak mau lagi
mencari bekal makanan bila menjelajah.
“Bukannya bekal kita cukup yah buat
disini?” Abi mencoba menawar tantangan Doni.
“Ayolah Mister Bos, masak kita cuma
makan mi instan doang.”
“Oke deh. Mulai besok gue nyari
makanan di sekeliling sini.” Abi pun menerima tantangan Doni.
“Hahahaha, gue bebas dari tugas
nyari makanan.” teriak Doni senang.
“Bi, awas ada kera.” sindir Fila.
Yang lain pun kembali tertawa.
“Oke Fil, kini giliran kamu yang gue
tantangin.” ucap Abi.
“Boleh, siapa takut.”
“Sejak dulu gue sering liat elu
minum obat tidur sebelum tidur. Gue nantang elu untuk gak minum obat tidur
tersebut selama di pantai ini. Gimana?”
Fila terdiam. Merenungkan efek baik
tidaknya dia menghilangkan kebiasaannya selama ini.
“Demi elu sendiri Fil. Agar gak
ketagihan banget sama obat itu.” Abi mencoba meyakinkan tantangannya pada Fila.
“Oke deh, gue terima tantangan elu.”
Abi merasa senang dengan respon Fila
pada tantangannya. Diam-diam dia mulai mengagumi Fila, tampak dari tantangannya
yang cukup ringan pada sang pujaan hatinya.
“Next, gue nantang adik gue sendiri,
si gembul.”
“Hahahah, paling juga ditantang buat
diet selama di pantai ini sama kakaknya.” Prisa mencoba menebak tantangan Fila.
“Hehehe, nothing Pris. Ini tantangan
yang lumayan deh buat si gembul.”
“Apaan deh Mbak?? Ayo sebutin.”
Zidan menantang balik kakak yang lebih tua dua tahun dari usianya.
“Kamu cukup bangun paling pagi
diantara kita, dan menjaga api unggun kita agar gak padam.” Fila tersenyum,
menebak gimana respon Zidan atas tantangannya.
“Hahaha, ide bagus Fil. Biar si
gembrot gak tiduran mulu. Ngorok lagi.” tambah Doni.
“Hummm, gak ada keringanan Mbak?”
Gembul mencoba menawar.
“Enggak!”
“Oke deh deal.”
Fila senang dengan jawaban Zidan.
Setidaknya dia bisa mengubah kebiasaan buruk adik semata wayangnya ini.
“Last dear. Tantangan buat Prisa.”
Abi berkata.
“Gue tantang Mbak Prisa buat masak
selama di pantai ini.” Zidan menantang dengan singkat.
Prisa terkejut. Merasa bakal
kesulitan dengan tantangan dari Zidan. Tapi tertawaan dari semua temannya
membuatnya mau tidak mau menerima tantangan ajaib ini.
Well, semua sudah mendapat tantangan
masing-masing. Mungkin bagi yang orang lain, tantangan yang mereka dapatkan
cukup mudah dilakukan. Tapi bagi mereka sendiri, tantangan yang mereka dapatkan
lumayan aneh dan cukup menyulitkan. Mereka traveller, terbiasa dengan tantangan
keras selama penjelajahan. Tapi kali ini mereka mendapatkan tantangan berbeda.
Doni misalnya, mendapat tantangan
untuk tidak merokok selama seminggu di Pantai Sanggar. Ini adalah pertama
kalinya dia berpisah selama 5 hari dengan teman sejatinya yang dikenalnya sejak
kelas 6 SD. Sulit?? Pastinya. Bahkan ini tantangan tersulit selain tantangan
untuk mandi tiga kali sehari.
Tak jauh beda dengan Doni. Prisa
malah mendapatkan tantangan ajaib dari Zidan, memasak! Dari kecil Prisa memang
wanita yang liar. Dia lebih mirip abang-abangnya yang jago silat. Tak pernah
sekalipun dia membantu mamaknya di dapur atau bahkan sekedar melihat mamaknya
memasak. Kini Prisa harus menguji nyalinya memasak untuk dirinya dan
teman-teman.
Zidan mendapat tantangan dari
kakaknya sendiri. Hanya untuk bangun pagi-pagi dan menjaga nyala api unggun.
Sekilas tampak mudah. Tapi bagi Zidan, nyalinya cukup diuji. Dari kecil dia
memang anak yang kesulitan bangun pagi. Belum lagi tantangan untuk menjaga
nyala api unggun. Dia memang takut kegelapan. Buat kencing malam-malam di rumah
aja masih takut. Apalagi keluar tenda dan melawan gelap alam sendirian.
Dibandingkan yang lain, Fila
mendapat tantangan yang sangat mudah. Wajar karena tantangan nyalinya diberikan
oleh pemujanya sendiri, Abi. Abi memang tak mau membuat kesulitan Fila apapun itu.
Sedangkan Abi sang kepala genk?? Tantangannya untuk
come back menjadi pencari bekal makanan akan menguji nyalinya. Dia hanya
berharap tak bertemu kera-kera lapar yang mencoba merampoknya lagi.
Tiga hari sudah mereka lalui dengan
tantangan masing-masing. Doni yang tanpa rokok. Prisa yang jadi koki dadakan
meski sering diprotes oleh teman-temannya tentang rasa ajaib dari masakannya.
Zidan yang kini terlihat lebih kurus karena menyingkat waktu tidurnya. Fila
yang sering merasa pusing karena tak lagi minum obat tidurnya. Juga Abi yang
rajin keluar pantai untuk mencari makanan, entah ikan atau daun-daunan aneh
yang coba dibawanya untuk dimakan.
Siang itu Abi berhasil membawa
banyak ikan. Entah dia berburu dimana, yang penting bagi teman-temannya pesta
ikan siap dirayakan siang itu.
“Yihaaaaa, ikan goreng ala Chef
Prisa siap dimakan.” Prisa berjalan menuju teman-temannya.
“Kok gosong Pris?” tanya Abi sedikit
jijik.
“Ah, Chef Prisa emang tampil beda.”
Prisa mencoba memberi jawaban apik.
“Jiah, ini sih namanya ikan goreng
gosong ala Mak Prisa.” ejek Doni.
Tawa pun meledak diantara mereka.
“Pris, kok asin banget??” Fila
mencicipi masakan Prisa lalu merasa tak beres dengan rasa di lidahnya.
“Iya nih asin banget.” tambah Zidan.
Merasa penasaran, Doni dan Abi pun
mencicipi ikan goreng masakan Prisa.
“Buset, asin banget. Pris, elu masak
pakek apa sih.” Doni memuntahkan cuilan kecil dari daging ikan gosong Prisa.
“Hehehe. Gue pernah liat mak gue
masak ikan goreng.”
“Trus??”
“Mak gue kalau masak ikan goreng
selalu dikasih air garem.”
“Trus??”
“Nah berhubung gak ada garem disini.
Tadi ikannya gue rendem pake air laut selama setengah jam.”
Tawa pun meledak, berkat resep ajaib
ikan goreng ala Prisa. Meski keasinan, mereka tetap makan ikan tersebut dengan
sedikit-sedikit minum air mineral.
Waktu mereka di Pantai Sanggar
hampir habis. Sudah 4 hari mereka bagaikan manusia yang menemukan pulau baru.
Sesekali memang mereka bertemu nelayan yang datang mencari ikan. Atau pemancing
yang datang melakukan hobinya. Siapapun yang datang, mereka mencoba ramah dan
tak mengganggu kesibukannya.
Malam keempat sekaligus malam
terakhir mereka di pantai sepi ini. Doni dan Zidan sibuk menyalakan api unggun
untuk malam itu. Abi terlihat membersihkan sisa-sisa sampah. Sedangkan Prisa
dan Fila masih di tenda tidurnya.
“Biii, Donnnn tolong.” teriak
seseorang dari dalam tenda.
Merasa panik. Doni, Zidan, juga Abi
beradu cepat menuju tenda tidurnya. Setelah pintu tenda terbuka. Mereka
mendapati Fila yang mengerang hebat.
“Fila tiba-tiba pingsan dan kayak
gini.” Prisa memangku Fila.
Abi mendekat, ditempelkannya telapak
tangannya ke jidat Fila. Lalu telapak tangan tersebut pindah ke pipi Fila yang
halus.
“Fil, bangun Fil. Fila ayo bangun.”
Doni ikut mendekat, sedangkan Zidan
sibuk membongkar tas Fila.
“Fila, kamu kenapa Fil?” Doni
membantu menyadarkan Fila yang semakin mengerang.
“Bi, ayo dibawa ke dokter.” Prisa
semakin panik.
“Pris, ini Sanggar Pris. Jauh dari
pemukiman apalagi dari dokter.”
Mereka semakin panik. Erangan Fila semakin
kuat, juga keringat dingin yang mulai mengucur deras dari ruam kulit Fila.
“Coba kasih minum ini Bang.” Teriak
Zidan dari belakang Abi. Diserahkannya sebotol pil ke tangan Abi.
“Berapa?”
“Satu aja.”
Abi memasukkan sebutir pil tersebut
ke mulut Fila, juga air mineral yang sudah disiapkan Doni. Fila masih
mengerang, tapi erangan kuatnya mulai melemah.
Beberapa menit kemudian Fila mulai
tenang meski belum sadar. Malam itu mereka merayakan malam terakhir di Pantai
Sanggar cukup dari dalam tenda. Tak ada tawa ceria. Tak ada tos-tosan botol
Fanta seperti di malam pertama. Hanya menemani Fila dengan harap dia cepat
sadar dari pingsannya.
Hari kelima sekaligus hari terakhir
mereka di Pantai Sanggar.
Mereka kembali duduk melingkar. Fila
yang tengah malam kemarin sadar pun sudah kembali tersenyum diantara mereka.
Senyuman yang sebenarnya belum mampu menghilangkan kekhawatiran teman-temannya.
“Hey dear, maaf yah semalam udah
buat kalian khawatir dengan keadaan gue.”
Semua mengangguk dengan senyum
dipaksakan.
“Oke deh, karena gue kalah, gue
harus membuka rahasia gue sendiri.Rahasia gue ini adalah tentang kalian.”
“Tentang kami??” tanya Abi bingung.
“Iyah, tentang gue ke kalian. Jujur,
gue bangga bisa bersama kalian. Meski gue tau, gak ada lagi yang bisa gue
banggain dari kehidupan gue sendiri. Sejak nyokap ketahuan selingkuh dengan
bosnya. Gue emang gak respect lagi terhadap keluarga gue sendiri. Terlebih
setelah bokap ninggal karena sakit jantungnya. Well, hanya Riski yang bisa buat
gue bertahan hidup. Apalagi Riski juga ngajak gue buat kenal kalian, menjelajah
alam, dan menghabiskan keindahan hidup gue bersama kalian yang penuh kasih
sayang.”
Fila berhenti seraya menyeka air
matanya saat menyebut nama Riski.
“Gue sempet goyah dan gak tau arah
sejak Riski meninggal. Gue sempet nyoba bunuh diri, tapi gue masih ada Zidan.
Gue gak bakal bisa mati tenang sebelum buat Zidan nemuin temen yang pas untuk
hidupnya. Gue gak akan bisa mati tenang tanpa ngelihat kebahagiaan Zidan.
Itulah kenapa gue ikutin Zidan untuk kembali bersama kalian. Meski disini tanpa
Riski di sisi gue.”
Prisa mencoba memeluk pinggang Fila.
Mencoba memberinya ketenangan.
“Ternyata Zidan memberi arah yang
benar. Kalianlah tiang terakhir yang menguatkan hidup gue.”
Fila berhenti berkata, kali ini jeda
yang cukup lama. Hening tanpa suara, hanya desiran ombak yang membelah.
“Gue tau kenapa Riski meninggal.
Kita sama – sama punya riwayat jantung lemah. Kita berdua sepakat merahasiakan
ini dari kalian. Hanya Zidan yang tau. Hingga akhirnya, Riski yang tak mampu
lagi bertahan dari kelemahan kita.”
“Jadi, obat yang kamu minum tiap
malam??” tanya Abi.
“Itu obat penenang Bi. Bukan obat
tidur.”
Sontak Abi kaget. Merasa dirinya
salah dengan memberi tantangan yang mengancam nyawa Fila.
“Fil, maafin aku ya. Membuatmu
hampir menyusul Riski. Kenapa kamu gak bilang sebelumnya??”
Fila tersenyum dan memeluk Abi. Abi
yang merasa bersalah tak mampu membendung air matanya yang langka ini.
“Gue sayang kalian. Gue hanya gak
mau buat kalian khawatir. Gue ingin terus bersama kalian. Itulah kenapa gue gak
mau bongkar rahasia ini karena bila kalian tau sejak awal, pasti kalian akan
ngelarang gue sama Riski buat ikutan.”
“Fil, tapi ini tentang nyawa elu.”
Prisa ikut menangis.
“Pris, kalian semua adalah tiang terakhir.
Penyangga hidup gue yang terakhir selain Zidan. Gue gak akan pernah bisa sekuat
ini tanpa semangat dan persahabatan dari kalian.”
Mereka pun kembali memeluk menangis
satu sama lain. Sebuah pengakuan di tahun pertama kebersamaan mereka. Sebuah
pengakuan tentang mereka sendiri. Juga sebuah harapan agar persahabatan mereka
senantiasa terjaga sampai kapanpun waktunya.
SEKIAN
SINOPSIS CERITA
Bagi seorang
traveller, tantangan merupakan hal yang biasa mereka dapatkan. Jadi mereka tak
akan pernah merasa takut bila menghadapi sebuah tantangan yang penuh nyali
menurut orang lain.
Adalah Abi,
Fila, Zidan, Doni dan Prisa. Lima
traveller muda yang sedang menikmati liburan mereka di pantai nan elok dan
perawan, Pantai Sanggar. Mereka memainkan Truth Or Dare di pantai tersebut.
Uniknya dalam game ini semua lebih memilih Dare, karena mereka merasa cukup
tangguh untuk sebuah tantangan yang menguji nyali mereka.
Lalu apakah
tantangan yang mereka dapatkan???
Sebuah kebalikan
atas pemikiran mereka sendiri. Doni yang cukup setia dengan rokok ditantang
untuk tidak merokok dan membuang satu press rokok yang dibelinya ke tengah
laut. Lalu Prisa yang tomboy ditantang untuk menjadi koki dadakan selama
liburan mereka di Pantai Sanggar. Abi, yang trauma dengan kera-kera saat dia
mencari bekal makananpun ditantang kembali untuk mencari bekal makanan selama
di pantai. Nafila yang terbiasa minum obat tidur tiap malam ditantang untuk tak
meminumnya khusus liburan ini. Sedangkan Zidan, yang phobia dengan kegelapan
malah ditantang untuk bangun lebih pagi dan menyalakan api unggun bila padam.
Lalu siapakah yang kalah dalam tantangan tersebut???
Fila yang
ternyata menderita jantung lemah pun membuat khawatir teman-temannya setelah
pingsan dan mengerang hebat. Zidan yang mengetahui riwayat sakit Fila
memberikan obat penenang yang tiap malam diminum Fila. Sebuah rahasia pun
terungkap, obat yang biasa dikonsumsi Fila bukanlah obat tidur, melainkan obat
penenang.
Fila menderita
lemah jantung, sama dengan apa yang dialami Riski sang kekasih. Setelah sadar
dan merasa pulih. Fila membeberkan rahasia penyakitnya dan kematian Riski. Juga
rahasia hidupnya dengan teman-teman travellingnya. Mereka pun mendapat kenangan
berharga di Pantai Sanggar ini. Sebuah kenangan tentang persahabatan mereka,
juga arti jalinan sahabat ini untuk hidup Fila.
BIODATA
Nama : Choirun Najib
Nama Alias : Choy Najieb
Alamat : RT 04 RW 02 Ds
Pehkulon Kec. Papar Kab. Kediri
64153
No. HP : 085 85 386 222 4
Email : choynajieb@gmail.com
Twitter : @choyy_






Tidak ada komentar:
Posting Komentar