Social Icons

twittergoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Selasa, 26 November 2013

Merintis Wirausaha


      
Perkenalkan terlebih dahulu tentang pribadi saya, nama saya Choirun Najib, usia masih 21 tahun. Mungkin saya tidak memenuhi kriteria persyaratan lomba. Karena saya bukan seorang mahasiswa dan belum cukup umur untuk masuk kategori umum. Tetapi saya hanya ingin berbagi apa yang saya rintis dalam beberapa tahun ini, juga apa yang masih ada dalam benak fikiran saya. Semoga tulisan ini mampu menginspirasi sebagian kecil diantara teman – teman yang kebetulan membaca.
Saya dari kecil hidup dalam keluarga yang sederhana. Bapak dulunya adalah seorang satpam di sebuah perusahaan skala nasional di Surabaya, sedangkan ibu menjadi ibu rumah tangga sekaligus membuka usaha kecil di rumah sebagai seorang penjahit. Dari kecil saya lumayan tercukupi kebutuhannya, hingga akhirnya badai krisis moneter menyerang dan berakibat PHK untuk bapak saya. Ironi memang, bapak menjadi pengangguran dan keluarga kami memutuskan pulang ke kampung halaman, Kediri.
Dalam sekejap saja roda kehidupan keluarga kami mengalami perputaran. Dari yang awalnya di tengah menjadi menurun ke bawah semenjak bapak menganggur. Ibu memang masih memiliki pekerjaan berhubung usaha menjahit dari modal sendiri, namun uang yang dihasilkan tak begitu besar untuk mencukupi kebutuhan kami sekeluarga. Bapak mencoba melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan di Kediri, tapi paling mentok hanya jadi seorang sales, karena ijasah yang hanya SMA.


 
Semenjak kecil saya memang dididik untuk menjadi murid yang pintar, sama dengan anak – anak yang lainnya. Tak heran saya selalu giat belajar, dan terjawab dengan beberapa prestasi saya di SD. Mungkin ada banyak anak yang mengerti apa yang dihadapi orang tuanya sehari – hari seperti saya, tapi tak sedikit pula mereka tak mau tahu dengan kesulitan yang menimpa orang tua mereka. Entah karena masih kecil, atau memang sifatnya seperti itu.
Bapak akhirnya memutuskan untuk membuka usaha, bukan hal mudah karena butuh modal yang lumayan. Setelah cukup mendapat ilmu tentang usaha yang akan dirintis, dan juga mendapat pinjaman modal dari saudara. Bapak membuka usaha pembuatan tempe secara tradisional. Hanya bermodal kedelai, kayu bakar, ragi dan peralatan yang sederhana.
Dimanapun namanya usaha pasti akan sulit di awal perjalanan. Itu juga dialami bapak. Mulai dari gagal mendapatkan rasa tempe yang enak, kesulitan pemasaran, bahkan hutang di konsumen. Hanya impian yang membuat bapak bertahan, juga semangat dan dukungan penuh dari keluarga kecil kami.
Bapak membuat tempe awalnya hanya 3 Kg kedelai, beberapa minggu bahkan tidak ada perubahan. Tetapi berkat keuletan dan semangatnya, bulan demi bulan pun bertambah banyak kedelai yang dimasak. Apalagi saat Idul Fitri, permintaan tempe menjadi 3 x lipat dari hari biasanya.
Ada 1 prinsip yang sampai sekarang dipertahankan bapak, yaitu tak pernah mau dagangan tempenya dipasarkan di pasar. Selain nanti mempengaruhi omset yang di dapat, juga tak mengenal konsumennya secara langsung. Memang, menjual di pasar akan lebih mudah karena hanya menaruh barang ke pedagang pasar dan siangnya mendapat uang bila laku. Tapi menurut bapak, itu nantinya tidak cukup menantang baginya. Justru dengan memasarkan langsung, konsumen akan hafal dan tak akan pindah ke pedagang lain bila cukup puas dengan apa yang kita tawarkan. Konsep marketing yang cerdas, dibuktikan dengan beberapa pelanggan setianya sampai sekarang. Tercatat hampir 10 tahun bapak merintis usaha kecil ini, tapi sekarang hanya butuh 1 jam bagi beliau untuk melariskan 15 Kg kedelai yang diolah jadi tempe. Kerja 1 jam keliling dan langsung mendapat omset yang diharapkan.
Bagi saya, tak pernah ada perasaan malu menjadi anak penjual tempe keliling. Ada satu kebanggaan dimana saya mendapat ilmu kehidupan dan ilmu wirausahanya. Kebanggaan yang belum tentu dimiliki oleh anak – anak lain yang senasib dengan saya.
Setelah lulus SMA, saya akhirnya memutuskan untuk tak melanjutkannya ke bangku kuliah. Banyak yang menyayangkan dengan pikiran saya, mereka menyayangkan kecerdasan saya yang tak dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mengingat kebutuhan dana yang lumayan besar bila saya kuliah, maka saya beranikan diri untuk tidak lagi bermimpi menjadi seorang sarjana. Saya lihat sebagian besar teman – teman saya yang kuliah hanya mengejar gelar S1 dan nantinya mudah mendapat pekerjaan di perusahaan besar. Sebuah pemikiran yang berkebalikan dengan pemikiran saya. Saya hanya SMA, tapi bisa menjadi wirausahawan. Bahkan tak sekolahpun bisa menjadi wirausahawan.
Saya mulai merintis usaha saya, bidang desain dan komputer saya pilih. Mengingat di lingkungan saya masih sedikit yang merintis usaha di bidang tersebut. Awalnya saya mencoba mencari ilmu desain dengan melamar kerja di percetakan di Kota Kediri. Saya berhasil menjadi desainer grafis dan bertahan selama 5 bulan dengan gaji yang pas – pasan. Gaji tak masalah, karena yang terpenting ilmunya sudah saya dapatkan. Setelah keluar dari percetakan, saya beranikan diri untuk kredit laptop. Hanya kredit, karena orang tua memang saat itu lebih fokus ke adik saya yang masih kecil. Angsuran tiap bulan saya dapatkan dari uang tabungan selama di percetakan, dalam waktu yang tak jauh, saya juga menjadi sales free lance di usaha teman saya. Sales barang – barang sembako ke toko – toko, mungkin hanya sedikit pemuda yang mau disuruh menjalani pekerjaan ini. Rata – rata sudah berumuran kepala 3, itu yang saya lihat di jalanan.
Tiga bulan saya jalani usaha teman saya menjadi sales di jalanan, ada tawaran mengejutkan datang dari saudara jauh. Beliau mengabarkan bahwa perusahaannya membutuhkan seorang admin, dan menyuruh saya melamar kerja kesitu. Saya menyetujui karena memang butuh uang buat mengangsur laptop kreditan. Saya diterima dan mendapat gaji yang lumayan cukup.
Hasil kerja sebagai admin mulai saya tabung untuk kebutuhan usaha saya. Setelah laptop, printer bisa saya beli juga alat – alat yang lainnya. Job pun mulai berdatangan, mulai dengan pesanan undangan nikah sampai membuat tas kertas. Saya lebih banyak belajar di internet tentang usaha saya. Sedikit demi sedikit pelanggan pun mulai banyak berdatangan. Di lain pihak, saya juga membantu usaha tempe yang bapak rintis dengan membelikannya mesin giling kedelai. Paling tidak untuk membantu bapak di usia senjanya nanti.
Memang, semua orang ingin menjadi wirausahawan. Tapi sebagian besar dari mereka hanya memimpikannya dan selalu beralasan butuh modal yang besar. Kata siapa? Mereka hanya memberikan alasan yang sangat klise. Bapak dan saya sudah membuktikan bahwa usaha itu hanya butuh modal niat dan ilmu saja. Bapak hanya butuh 3 Kg kedelai yang saat itu hanya berharga kurang dari Rp 15.000,- untuk memulai usahanya. Bahkan saya hanya bermodal keberanian kredit laptop saat itu.
Buat teman – teman terutama yang mengalami keadaan ekonomi tak jauh dari saya, jangan terpaku dengan uang. Bila memang kalian percaya dengan Tuhan yang menciptakan kita dan rejeki kita. Jangan pernah takut untuk melangkah, Tuhan selalu baik kepada kita. Bilapun kalian ingin menjadi wirausahawan, dalami potensi diri kalian. Bila kamu sudah menemukan potensi apa dalam dirimu, buka internet dan cari tahu usaha apa yang pas dengan potensimu. Setelah ilmu sudah kamu kuasai sepenuhnya, niatkan dirimu dan carilah dukungan dari orang sekitarmu. Itulah modalmu untuk menjadi wirausahawan.
Terakhir untuk semuanya, semoga Indonesia semakin banyak pemuda yang muncul dengan kreatifitas usahanya. Mewujudkan Indonesia yang penuh SDM handalm dan tak lagi terlalu berharap dengan bantuan negara lain.
Ayo bermimpi kawan!




Tulisan ini berhasil menjadi Juara ketiga event Lomba menulis dari Indonesia menulis kategori umum tema menumbuhkan wirausahawan muda

Bisa di cek ke http://indonesiamenulis.co/pemenang-lomba-menulis-tema-menumbuhkan-wirausaha-muda/

Koment : Mungkin jurinya lagi ingsap atau emang tulisannya baik sih?? :D :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar