Social Icons

twittergoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Rabu, 27 November 2013

Balada Cinta Siti Zulaikah




 
            Cinta emang buta, tapi dengan cinta pula kita merasa teramat pede, bahkan mengalahkan kepedean seorang balita yang joget – joget telanjang di depan rumah setelah mandi. Tidak percaya? Coba kamu inget – inget saat ada orang menyanjung kamu cantik atau tampan, kepedean kamu akan naik 1000 kali lipat buat menggaet cinta seseorang yang kamu kejar. Hal itu juga dialami seorang Siti Zulaikah, cewek tembem di sebuah SMA swasta di sebuah kota kecil pinggiran Jawa Timur. Saat lebaran kemarin, dia banyak bertemu sanak saudaranya dari luar kota yang datang ke rumahnya, Zul sangat senang terlebih sebagian besar pakdhe dan budhenya menyebut dia cantik layaknya Pretty ( Pretty Sinta atau Pretty Asmara mereka tak pernah melanjutkan).
            Zul ini barusan putus dengan pacarnya, Mas Boy nama pacarnya ( nama lengkapnya Boimin Rahardja ). Zul memutuskan Mas Boy setelah tau kalau pacarnya sengaja membuat akun facebook lagi buat menggoda cewek – cewek lain. Padahal saat itu Mas Boy menamakan akun baru facebooknya cukup rumit ( Akkue SiiiBoyLelakiy CoekoepTaksTertandingiii ), namun Zul yang memiliki indra keenam ini cukup lihai melihat gerak gerik pacarnya saat di warnet, ketahuan deh si Mas Boy.
            Mas Boy sebenarnya masih ingin terus mempertahankan hubungannya dengan Zul, terlebih dia tak mau pesta tahun baru nanti menjabat sebagai jomblo akhir tahun yang merana. Tetapi Zul terlanjur buta akan cinta Mas Boy, Zul sekarang tengah mengejar cinta seorang lelaki teman di kelasnya, Zaki.
            Cinta Zul kepada Zaki begitu hebat, bahkan dia terinspirasi dengan Film Perahu Kertas yang kemarin dilihatnya di bioskop dengan membuat gantungan kunci Z dan Z (Zaki dan Zul), dia sangat berharap Zaki mau membalas cintanya.
         

   Suatu ketika, di perpus sekolahnya, Zul melihat Zaki yang sedang membaca buku di salah satu meja panjang.
            “ Eh ada Aa Zaki, Zul boleh duduk deket Aa gak?”
            “ Silakan aja Zul, ini kan kursi sekolah, siapa aja juga boleh duduk kok.”
            Beberapa menit kemudian suasana hening. Dalam hatinya, Zul tengah berbunga – bunga bisa duduk dekat Zaki. Bibirnya kelu ketika akan membuka percakapan, hatinya seperti bedug Sholat Jumat yang ditabuh cepat, bahkan saking dag dig dugnya membuat matanya merem melek tak percaya.
            Cukup lama Zul diam berjuta bahasa, mirip kera melihat orang yang baca cerita ini (Eh salah fokus hehe). Akhirnya dia bertekad untuk membuka obrolan dengan Zaki, target awalnya adalah mendapat nomer hape Zaki.
            “Aa Zaki.”
            “Eh… iya Zul.” Zaki kaget, dikiranya Zul sudah kembali ke kelas. Maklum dari tadi suasananya sepi tak ada suara.
            Ketika Zul mau berkata, ternyata bel masuk kelas berbunyi. Alhasil usaha Zul gagal untuk meminta nomer hape Zaki. Mereka berduapun masuk ke kelas.
            Zul cukup sedih meratapi kegagalannya di perpus tadi siang. Suasana hatinya sekarang tengah berantakan. Agar reda emosinya, dia berniat jalan jalan sore alias JJS ke taman deket rumahnya, barangkali dia juga bisa bertemu dengan penjual pentol langganannya. Namun, sesampainya di taman ternyata hujan turun dengan lebat. Zul berlari berteduh ke pos pinggir taman.
            “ Uh, suasana hati galau. Ujan lagi. Ya Tuhanku, apa yang harus kulakukan?” Zul mendongakkan kepala seraya berkata penuh air mata.
            “ Tenang Neng, kan ada Mas Boy disini.”
            Zul kaget kepalang, “Darimana datangnya si Mas Boy. Kok tahu – tahu udah ada disini.”, gumamnya dalam hati.
            Suasana lagi – lagi hening. Kali ini Zul diam acuh dan tak berharap suasana akan berjalan lama. Beda dengan saat berdua dengan Zaki di perpus tadi siang.
            “ Eh Neng Zul, bapaknya neng ini seorang maling ya?”
            Zul hanya diam. Tak mau gombalannya terpotong, Mas Boy melanjutkan kata – katanya, “ karena Neng Zul udah pintar mencuri hatiku.”
            Zul masih diam, bahkan merasa risih mendengar bapaknya disebut maling oleh Mas Boy.
            “ Ibunya Neng Zul ini seorang penculik kan?”
            Zul tetep diam, Mas Boy dibuat linglung.
            “ Karena neng cukup lihai menyandera hatiku di hatimu.”
            Kali ini Zul menangis, Mas Boy jadi bingung. Dicarinya kain untuk menyeka air mata Zul, dia teringat adegan di sinetron – sinetron yang dia lihat. Tapi apa daya disitu hanya ada daun – daun kering.
            “ Ada apa neng kok nangis? Neng terharu dengan gombalanku?”
            “ Terharu botak lu Mas, Zul nangis denger kata – kata mas yang nyebut bapak Zul seorang maling, Ibu Zul seorang penculik. Mas Zul tega banget ya! Mas Zul tau sendiri kan, bapakku itu seorang petani dan ibuku seorang penjahit.”
            “ Oh pantas, Zul mampu mencangkul hatiku dan menanam benih – benih cinta di hatiku, juga mampu menjahit lubang hatiku yang sobek digigit anjing.”
            Zul makin marah dan berlari hujan – hujanan menuju rumahnya. Mas Boy hanya tersenyum gak mudeng keadaan dan menganggap Zul terharu dengan usaha gombalannya.

            Esok hari kemudian, Zul berangkat sekolah dengan penuh misi kepahlawanan. Misi menyelamatkan hatinya dengan target utama mendapat nomer hape Zaki, agar malam tahun baru tak menjabat sebagai jomblowati. Misi yang tak jauh beda dari misi mantan pacarnya, Mas Boy.
            Di kelas, Zaki kebetulan tengah duduk sendiri. Teman sebangkunya sedang gak masuk karena sakit, mugkin karena hujan – hujanan kemarin (Ah gak penting). Zul melihatnya sebagai kesempatan emas. Didekatinya Zaki yang tengah sendiri, dengan melenggak lenggokkan jalannya seolah model yang sedang melintas di atas catwalk.
            “Eh Aa Zaki, aku duduk sini ya. Mata aku gak bisa liat papan tulis dengan jelas loh.” Zul berkata dengan logat khas Cinta Laura.
            Zaki hanya tersenyum, dia sudah tau maksud Zul mendekatinya beberapa waktu belakangan ini. Zaki sengaja tak menghindar agar Zul kapok tak mendekatinya lagi di kemudian hari.
            Di lain pihak, Zul tengah berbunga – bunga dengan sikap Zaki yang membiarkan dirinya duduk sebangku dengannya. Dia mencari cara agar mendapatkan nomer hapenya Zaki. Lumayan agar ntar malam ada yang menemaninya SMSan, maklum hape Zul jadul jadi gak bisa BBGan apalagi BBMan (BBG = Bahan Bakar Gas, Apasih!!)
            Zul teringat gombalannya Denny Cagur, Raja Gombal di Indonesia.
            “Eh Aa, punya Aipon (Iphone) gak??”
            “Hah?? I phone ya?? Punya dong. Kenapa? Kamu gak punya ya??”
            Zul tersenyum malu – malu kambing, lalu dia tersentak kaget melihat kepala Zaki mendekat ke telinganya.
            “Kamu gak punya ya?? Ndesssss…..so!” bisik Zaki lalu tertawa cekikikan di kelas.
            Zul makin merasa malu, bahkan yang tadinya malu – malu kambing sekarang jadi malu – malu dua kambing.
            “Ah Aa ini bisa aja deh hehehehe.” Zul menutupi rasa malunya dengan ikut ketawa.
            “Eh Aa pasti bapaknya seorang pelaut.” Zul menirukan gaya gombal Mas Boy kemarin sore.
            Zaki ternyata sudah menyiapkan jurus penangkal gombalan Zul.
            “ Emm… gak kok, bapakku itu seorang kepala rumah tangga yang baik, penyayang dan gak sombong. Dan bla.. bla.. bla (panjang tak terdefinisikan kata – katanya).”
            Zul kali ini benar – benar dibuat mati kutu, dua gombalannya ditangkis dengan mudah oleh Zaki. Suasana kemudian hening sampai jam pelajaran selesai.

            Di lain pihak, Mas Boy tengah menanti kedatangan Zul di depan rumah Zul. Dia sengaja datang dengan baju kotak – kotak agar tak kalah kerennya dengan Jokowi. Sudah lama dia menanti, akhirnya Zul terlihat berjalan lemas setelah turun dari angkot langganannya.
            “ Ah Ratu tawonku datang juga akhirnya.” Mas Boy langsung menata kepala botaknya dengan sisir ( bodoh amat yaa si Mas Boy).
            “ Loh, ngapain kesini?” Zul kaget melihat Mas Boy lengkap dengan baju kotak – kotaknya.
            “ Ah, Mas Boy kan pengen ketemu Neng Zul, Mas udah kangen pengen jalan – jalan sambil makan ke lesehan deket alun – alun. Mengenang masa pacaran dulu, kan ini weekend terakhir di 2012.”
            Zul jadi teringat bahwa sebentar lagi udah akhir tahun. Zul menyanggupi ajakan Mas Boy. Dengan syarat nanti dibelikan tas dan sepatu baru. Memang, masalah hati tetap kalah dengan tas dan sepatu baru di mata sebagian cewek – cewek. Iyakah?
            Zul murung di tengah jalan, Mas Boy memang kurang peka dengan keadaan. Dia malah tengah berusaha agar bisa menggandeng tangan Zul. Memang, nafsu cowok dan cewek sama besarnya tapi untuk 2 hal yang berbeda.
            Sesampai di lesehan pecel di pinggiran alun – alun, mereka memasan pecel ayam dan es teh manis ( yang baca dilarang ngiler yah). Mas Boy berusaha menggombali Zul kembali.
            “ Neng Zul, tau gak? Neng Zul itu manis buanget kayak teh ini, kalau Neng jadi teh manisnya, Mas Boy pantes jadi Nasi Pecelnya. Biar kita serasi gitu. Hahahaha.”
            Zul diam aja sambil melihat toko tas depan lesehan, melihat barangkali ada tas yang menarik hati dan dompetnya Mas Boy.
            “Ah, Neng Zul diam aja Mas gombalin.”
            “Heh, siapa suruh gombalin Zul Bang?”
            “Iya iya maap. Kalau neng jadi….”
            Belum selesai Boy menggombal lagi ternyata mulutnya dimasuki nasi oleh Zul.
            “Kalau Zul jadi bunga bangkai, abang mau jadi apa? Mau nyiumin bauku?”
            Mas Boy kali ini diem, bukan karena gak bisa menjawab melainkan sibuk mengunyah nasi yang dijejalkan oleh Zul.
            Beberapa detik kemudian, Zul dikagetkan dengan sosok yang melintas di depannya. Sosok yang siang tadi digombalinya tetapi gagal. Sosok yang ternyata tengah menggandeng seorang cewek cantik tinggi nan seksi, sosok cantik yang mirip kuntilanak tapi bukan setan. Cantik dan menyeramkan.
            Hati Zul pecah berkeping keping, mirip piring yang dijatuhkan dari atas atap. Dia patah hati, Ingin rasanya mengejar Zaki dan pacarnya tersebut. Namun dia teringat pertengkaran Depe dan Jupe, dia takut berantem dan ada infotainment tahu, lalu dijebloskan ke dalam penjara.
            Zul menangis tanpa mengeluarkan air keringat, dia meneteskan air mata. Mas Boy mengetahuinya dan mengambil kain lap dari sakunya. Sudah siap – siap ternyata.
            “Neng kenapa nangis? Kepedesan ya? Emang sih pecel disini pedes banget, sepedes rintanganku menaklukkan hati Neng Zul.”
            “Ah Mas Boy apaan sih.”
            Mas Boy senang bukan main, baru kali ini gombalannya direspon baik oleh Zul. Mas Boypun loncat – loncat kegirangan. (malu – maluin penulis aja sikapnya)
            Selesai makan pecel, mereka berdua pun melanjutkan malam minggu terakhir 2012 ke toko tas dan sepatu, Zul pun seakan lupa sakit hatinya yang dirasa barusan. Dasar cewek, luka hati memang cepet sembuhnya kalau dibeliin sesuatu yang baru. Setelah mendapatkan tas dan sepatu yang diinginkan, Zul mengajak Mas Boy untuk pulang.
            “ Akh, Mas Boy emang lelaki yang pantas di sampingku, bukan Zaki yang menolakku di belakang. Uh.” Zul mengetik di keypad hapenya lalu mengklik tombol kirim di halaman fesbuk.
            Akhirnya mereka jadian lagi. Memang cinta itu buta, bahkan mampu membutakan mana perasaan mana nafsu untuk memiliki. Semoga balada cinta ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi jomblowan jomblowati yang menunggu kesempurnaan cinta. 

Cerpen yang ini sempat "ucul" ke nominasi pemenang lomba kisah cinta gokil di Gradien (lupa nama lombanya apa). Meski akhirnya cuma jadi nominasi doang. :P
           
           






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar