Social Icons

twittergoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Featured Posts

Minggu, 01 Desember 2013

Teh Manisku di Bulan Sebelas





            “Ini, Mas, teh manisnya..”
            Matur nuwun, Mak.”
            Secangkir teh hangat terhidang dengan angkuhnya di meja warung langgananku. Angkuh. Tanpa ada yang mendampingi tegak berdirinya. Langit tengah mendung. Mungkin, tetesan air matanya akan jatuh berderai membasahi bumi yang coklat ini. Kuseduh teh manis tersebut, kebulan asap wangi tercium di atasnya.
            “Lalu, kapan, Kamu bertemu dengannya lagi?” tanya seorang teman yang duduk menyila di sebelah kananku. Tangannya sibuk memegang batang filter kesukaannya.
             Aku terdiam merenung. Pikiranku terbang ke sebuah tempat yang kurindukan. Sebuah tempat yang kini kujadikan kota impian kedua setelah kota kelahiranku sendiri. Tempat terindah di bulan sebelas.
            “Masnya KF5 ya??” tanya gadis manis di akun twitterku.
            “Iya, mbaknya juga kah??” jawabku.
            “Hehe, enggak, Mas. Aku alumni KF1.”
            Ah, tak ada yang istimewa dalam obrolan tersebut. Aku hanya tahu namanya. Nama yang tak asing bagiku, mengingatkan seseorang di sana yang kurindukan. Juga seseorang yang pernah kusakiti karena kutinggalkan.
            Keretaku melaju perlahan. Menuju kota yang kuniati sebagai kota pencarian ilmu kepenulisan. Dalam perjalanan, sebuah obrolan ringan kuciptakan dengan gadis bernama familiar tersebut meski hanya lewat twitter. Tetap. Tak ada yang istimewa.
             Hariku di kota pendidikan ini berjalan seperti yang kutebak. Penuh ilmu. Penuh rahasia yang kudapatkan. Obrolan ringanku dengan gadis familiar tersebut juga masih berlangsung, dengan media yang sama, juga dengan kesan yang sama.
            Aku memang dikenal dingin oleh semua orang. Hanya kuselipkan beberapa nama kecil yang mereka mampu menghangatkan jiwanya bersamaku. Pun, dengan gadis bernama familiar tersebut saat bertemu denganku.
            “Vivi!!” ucapnya menyebut nama megahnya tersebut.
            Aku hanya menjawab singkat, dengan senyuman yang datar.
            Aku melihatnya saat matanya menatap yang lain. Pun, mataku akan berpaling saat matanya menatap penuh harap padaku. Itulah caraku mengenal sebuah tatapan mata. Hingga aku tahu, mata itu menyiratkan sebuah rasa lain yang kurasa.
            “Kenapa pulang?” bibirku mengucap kata yang tak pernah kurencanakan sebelumnya. Spontan. Apakah ini yang dinamakan sebuah harapan?
            “Iya, Mas. Besok aku udah kerja.” jawabnya dengan senyum termanis yang selalu kuingat.
            Aku hanya mampu menjabat jemarinya yang lentik setengah basah. Tatapanku tak berhenti melihat punggungnya yang menjauh dari jiwaku. Dia pergi. Harapanku untuk bertahan lama dengannya gagal. Mengapa aku tiba-tiba berharap? Bukankah di awal jumpa semuanya terasa biasa saja?
            Hariku di kota ini berakhir. Tapi tidak dengan hubungan kami. Meski kukira, gadis berjemari lentik ini tak pernah lagi mau menghargaiku di media apapun.
            “Besok hati-hati di jalan ya, Mas.”
            Aku membaca pesan teks tersebut dengan senyum melengkung. Cukupkah hanya menjadi teman biasa sudah mengkhawatirkan perjalanan teman barunya??
            Nyatanya, hatiku tersentuh. Kucoba membuka profil pribadinya di akun jejaring sosial yang lain. Kubuka album foto lamanya yang tertinggal dalam akun tersebut. Gadis ini manis, natural, dan aku merasa dia memiliki mata yang berbeda. Ku lakukan kekepoan ini sembari menahan lapar yang perih di kereta. Ah, memandang fotonya lebih mengenyangkan dibandingkan membeli nasi goreng mahal yang ditawarkan para pelayan kereta.
***
            Andai masaku tak di sini
            Apakah kita bertemu?
            Andai jiwaku tak merangkak
            Apakah kita berjumpa?
            Dan andai hatiku mampu bergerak
            Bisakah kita bersama?
            Kini hanya kukagumimu
            Sembari berharap rasa ini kan berkembang menjadi sempurna.
            Sebuah lirik hangat ku alunkan dengan petikan senar tua dari gitar coklat. Kepalaku membeku menatap bayangan gadis kerudung merah muda di minggu terakhir di bulan sebelas kemarin. Mampukah aku mengenalnya lebih dalam? Mendung di atas  terlihat bertikai membentuk gumpalan yang tebal. Tak lama, hujan pun datang dengan ramai. Aku kembali dengan gitar tua ini ke dalam kamar.
            “Aku ingin menyebutmu, teh manis.”
            “Kenapa??”
            Tak kuberikan jawaban yang spesifik padanya. Aku hanya memiliki filosofi kecil, bahwa teh manis adalah lambang kedamaian. Dia menghangatkan rongga perut yang ruang. Pun, dengan rasa yang mendamaikan semua sendi-sendi yang lelah.
            “Bagaimana kalau, Mas kusebut dengan badut?” tawarnya ringan di sebuah pesan.
            “Badut??”
            “Iya, karena bagiku, Mas ini lucu.”
            Aku hanya mampu tertawa dalam diam. Sial. Baru kali ini ada satu cewek yang menyebutku dengan panggilan ajaib ini.
            “Jam istirahat hampir habis, Jib. Ayo balik.” ajak teman di kananku tersebut membuyarkan semua lamunan.
            Ku teguk sisa teh manis yang hampir dingin, merasakan kedamaian yang selalu kurindukan. Kedamaian yang kudapat di penghujung bulan sebelas. Seperti inikah filosofi teh manis berjalan? Aku tak tahu. Tapi, aku mengaguminya dengan perlahan. Berharap suatu saat mampu damai dalam pelukannya.
            Namamu familiar
            Karena sering ku ucap dan terdengar
            Meski begitu, hati dan jiwamu berbeda
            Berharap kedamaian yang selalu kau ciptakan
            Hingga rasa kagumku ini terus melekat dalam jiwa.
                         

Rabu, 27 November 2013

Tiang Terakhir


            Tak ada tempat yang lebih asyik dikunjungi selain tempat yang jarang dijamah manusia. This is the principle of travellers. Termasuk mereka yang sore tadi sampai di sebuah pantai nan elok di kawasan Tulungagung. Pantai yang jauh dari pemukiman warga. Pantai yang jarang dijamah wisatawan. Sebuah pantai yang perawan, Pantai Sanggar.
            Mereka tengah bersantai, menikmati hawa malam yang mulai datang. Penuh canda dan kehangatan. Lima remaja yang setahun ini setia menjelajahi tempat eksotis nan penuh tantangan.
            Abi, ketua genk penjelajah. Pemuda yang memberikan gagasan acara setahun ini. Fisik dan tubuhnya memang seperti diciptakan untuk menjadi seorang traveller. Kekar,tinggi, kulit kecoklatan dan rambut yang serba acak-acakan. Dia tegas, tapi selalu menjadi bahan olok-olok dari teman yang lain karena ketakutannya pada kera.
            Selain Abi, Doni dan Prisa adalah dua sosok yang ikut kegiatan ini dari awal. Sejak petualangan ke Pulau Seribu mereka tak pernah sekalipun absen untuk ikut travelling bersama Abi. Mereka memang teman sepermainan sejak kecil. Doni yang jarang mandi, juga Prisa yang lebih mirip sebagai lelaki bagi siapapun yang pertama kali melihatnya.
            Dua sosok yang terakhir adalah dua adik kakak, Nafila dan Zidan. Fila mulai aktif ikut travelling ini sejak menjelajah Coban Rais, Malang. Sebulan kemudian sang adik pun ikut petualangannya dengan Fila. Kini, Fila menjadi sosok sentral dari genk ini. Sentral karena dia satu-satunya anggota yang bisa masak.
        

Balada Cinta Siti Zulaikah




 
            Cinta emang buta, tapi dengan cinta pula kita merasa teramat pede, bahkan mengalahkan kepedean seorang balita yang joget – joget telanjang di depan rumah setelah mandi. Tidak percaya? Coba kamu inget – inget saat ada orang menyanjung kamu cantik atau tampan, kepedean kamu akan naik 1000 kali lipat buat menggaet cinta seseorang yang kamu kejar. Hal itu juga dialami seorang Siti Zulaikah, cewek tembem di sebuah SMA swasta di sebuah kota kecil pinggiran Jawa Timur. Saat lebaran kemarin, dia banyak bertemu sanak saudaranya dari luar kota yang datang ke rumahnya, Zul sangat senang terlebih sebagian besar pakdhe dan budhenya menyebut dia cantik layaknya Pretty ( Pretty Sinta atau Pretty Asmara mereka tak pernah melanjutkan).
            Zul ini barusan putus dengan pacarnya, Mas Boy nama pacarnya ( nama lengkapnya Boimin Rahardja ). Zul memutuskan Mas Boy setelah tau kalau pacarnya sengaja membuat akun facebook lagi buat menggoda cewek – cewek lain. Padahal saat itu Mas Boy menamakan akun baru facebooknya cukup rumit ( Akkue SiiiBoyLelakiy CoekoepTaksTertandingiii ), namun Zul yang memiliki indra keenam ini cukup lihai melihat gerak gerik pacarnya saat di warnet, ketahuan deh si Mas Boy.
            Mas Boy sebenarnya masih ingin terus mempertahankan hubungannya dengan Zul, terlebih dia tak mau pesta tahun baru nanti menjabat sebagai jomblo akhir tahun yang merana. Tetapi Zul terlanjur buta akan cinta Mas Boy, Zul sekarang tengah mengejar cinta seorang lelaki teman di kelasnya, Zaki.
            Cinta Zul kepada Zaki begitu hebat, bahkan dia terinspirasi dengan Film Perahu Kertas yang kemarin dilihatnya di bioskop dengan membuat gantungan kunci Z dan Z (Zaki dan Zul), dia sangat berharap Zaki mau membalas cintanya.
         

Gerimis di Pagi Hari


            Pagi ini aku terbangun dengan tubuh yang masih lemas. Sisa – sisa lelah akibat mengikuti latihan ekstrakurikuler breakdance di sore kemarin masih melekat di tubuhku. Bahkan air hangat yang mengalir di badanku semalam juga tak mampu menghilangkannya.
            Kubuka jendela kecil kamarku, hawa dingin datang menusuk. Membuat tubuh lelahku menggigil. Hujan rintik – rintik semakin membuat malas tubuh ini untuk beraktifitas, sekolah tentunya. Benar – benar cocok untuk bolos, sudah capek, udara dingin, cuaca gerimis pula. Ibarat kata Demian “sempurna” buat bolos sih. Hehehe.
            Namaku Alika, aku masih terdaftar sebagai siswi SMK Grafika Malang. Kalau kalian tanya umurku pasti kalian bisa menebak, hehehe. Usiaku hampir menyentuh 17 tahun, tepat empat hari lagi 5 Desember 2012 aku akan merasakan gimana menyentuh angka 17 dalam perjalanan hidupku. Kalau kata orang sih Sweet Seventeen ya. Sayangnya, jelang manisnya 17 tahun aku masih saja menyandang status yang hina di mata sebagian besar remaja di bumi ini. Its Jomblo, gak ah aku bukan jomblo, aku single.
            Ke-single-anku sudah berjalan hampir sama dengan usia adik kandungku, Alea. Usianya 13 tahun. Hah??? Aku single selama 13 tahun?? Iya, persis 13 tahun  aku belum pernah merasakan gimana itu pacaran. Pernah sih dulu waktu TK disebut pacaran sama tetangga sebelah, tapi namanya juga anak TK, pacaran cuma buat ajang olok – olokan teman sedesa.
            Aku masih berdiri terdiam di samping jendela kecilku, melihat gerimis kecil, melihat apa yang tengah aku bayangkan untuk pesta kecil ulang tahunku nanti. Senyum kecil pun ku urai saat membayangkan gimana aku akan mengejutkan kedua orang tuaku, dengan sebuah karya tulis yang belum selesai kukerjakan dari awal tahun ini. Aku teringat, kubuka laci mejaku dan kuambil segera buku bercover putih polos belum berjudul tersebut.
            Aku beranjak menuju meja,
            “Huhhhhh, fighting again now.” suaraku untuk membangkitkan inspirasi menulisku lagi. Masih perlu satu sub bagian lagi agar novelku menjadi lebih pantas dibaca. Tenang, satu penerbit sudah siap meluncurkan novelku ini. Penerbit yang tak lain adalah kakakku sendiri. Seenggaknya dia siap menerbitkan bukuku untuk dibaca di kalangan rumahnya sendiri, huhf sial.

Selasa, 26 November 2013

Merintis Wirausaha


      
Perkenalkan terlebih dahulu tentang pribadi saya, nama saya Choirun Najib, usia masih 21 tahun. Mungkin saya tidak memenuhi kriteria persyaratan lomba. Karena saya bukan seorang mahasiswa dan belum cukup umur untuk masuk kategori umum. Tetapi saya hanya ingin berbagi apa yang saya rintis dalam beberapa tahun ini, juga apa yang masih ada dalam benak fikiran saya. Semoga tulisan ini mampu menginspirasi sebagian kecil diantara teman – teman yang kebetulan membaca.
Saya dari kecil hidup dalam keluarga yang sederhana. Bapak dulunya adalah seorang satpam di sebuah perusahaan skala nasional di Surabaya, sedangkan ibu menjadi ibu rumah tangga sekaligus membuka usaha kecil di rumah sebagai seorang penjahit. Dari kecil saya lumayan tercukupi kebutuhannya, hingga akhirnya badai krisis moneter menyerang dan berakibat PHK untuk bapak saya. Ironi memang, bapak menjadi pengangguran dan keluarga kami memutuskan pulang ke kampung halaman, Kediri.
Dalam sekejap saja roda kehidupan keluarga kami mengalami perputaran. Dari yang awalnya di tengah menjadi menurun ke bawah semenjak bapak menganggur. Ibu memang masih memiliki pekerjaan berhubung usaha menjahit dari modal sendiri, namun uang yang dihasilkan tak begitu besar untuk mencukupi kebutuhan kami sekeluarga. Bapak mencoba melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan di Kediri, tapi paling mentok hanya jadi seorang sales, karena ijasah yang hanya SMA.


Rabu, 31 Juli 2013

Ah, ditolak itu tak selamanya menyedihkan.

Well, gue jadi inget saat pertama kali nembak cewek di kelas 6 SD.
Cewek tersebut namanya Febti, temen gue seangkatan tapi gak sekelas.
Febti emang type cewek yang perfect, body sip (padahal juga masih SD, triplek Brooo), rambut hitam nan lurus mirip model shampoo Pantene, juga suara yang indah (doi pernah ikutan lomba nyanyi di TVRI).
Febti emang type cewek idaman setiap cowok (yang masih SD). Jadi gak heran kalo gue sampe tergila-gila (yang akhirnya jadi gila beneran sama doi). Gue udah gak kuat nahan rasa ini, hingga akhirnya gue tembak doi lewat surat.

Sebelumnya, gue yakin bakal diterima. Selain karena gue merupakan juara kelas dari kelas 4. Gue juga lumayan gak jelek-jelek amat buat jadi babu pacarnya. Toh, tiap kali ketemu Febti juga udah ngelempar senyum yang nyessss buat gue. Gue pede bakal diterima.

Febti gue tembak.... DORRRRRRRRRR.....
Dan jawabannya adalah????

Ditolak!!!!

Postingan Pertama

Ah, akhirnya ngeblog juga.

Mungkin ini hanyalah sebuah coretan satu dari jutaan anak manusia yang aktif nulis di blog. Well, itu sebuah pilihan.
Ada alasan yang akhirnya membuat tangan ini mengetikkan huruf per huruf di dasboard kosong di blog,
1. Agar lebih rajin nulis
2. Agar gak merasa bosan dengan pekerjaan yang mirip ombak di pantai selatan.

Semoga blog ini ada juga yang mau mampir walau cuma mandang desainnya doang. Paling tidak coretan ini bisa saya baca bila saya sudah tua dan tak mampu lagi mengetik tombol keybard di laptop. Ya, semoga.

Bismillah for start this blog